PERANAN PSIKIS DALAM BELAJAR

OLeh
I Gusti Nyoman Suardeyasa, S.Ag

Belajar hubungannya dengan psikologis adalah dapat menggambarkan tugas-tugas pertumbuhan dan perkembangan anak didik, sehingga psikologis dalam belajar memegang peranan penting, Havinghurst (dalam Pidarta, 2000:190) menjelaskan tugas perkembangan seperti sebagai berikut: (a) tugas perkembangan masa kanak-kanan, yakni: belajar berkata-kata, makan makanan yang padat, berjalan, mengendalikan gerakan badan, mempelajari peran jenis kelaminnya sendiri, stabilitas fisiologi, membentuk konsep sederhana tentang sosial dan fisik, belajar menghubungkan diri secara emosional dengan orang-orang lain, serta belajar membedakan yang benar dengan yang salah; (b) tugas perkembangan masa anak, belajar keterampilan fisik untuk keperluan bermain, membentuk sikap diri sendiri, belajar bergaul secara rukun, mempelajari peran jenis kelamin sendiri, belajar keterampilan membaca, menulis, dan berhitung, membentuk kata hati, moral dan nilai, membuat kebebasan diri, dan mengembangkan sikap terhadap kelompok serta lembaga-lembaga sosial; (c) tugas perkembangan masa remaja, membuat hubungan-hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin, memperoleh peran sosial yang cocok dengan jenis kelaminnya, menggunakan badan secara efektif, mendapatkan kebebasan diri dari ketergantungan pada orang lain, memilih dan menyiapkan jabatan, mendapatkan kebebasan ekonomi, mengadakan persiapan perkawinan dan kehidupan berkeluarga, mengembangkan prilaku bertanggung jawab, dan memperoleh seperangkat nilai serta etika sebagai pedoman berprilaku; (d) tugas perkembangan masa dewasa awal, memilih pasangan hidup, belajar hidup rukun bersuami istri memulai kehidupan punya anak, belajar membimbing dan merawat anak, mengendalikan rumah tangga, melaksanakan suatu jawaban atau pekerjaan, belajar bertanggung jawab sebagai warga negara, dan berupaya mendapatkan kelompok sosial yang tepat serta menarik; (e) tugas perkembangan masa setengah baya, bertanggung jawab sosial dan menjadi warga negara yang baik, membangun serta mempertahankan standar ekonomi, membina anak remaja agar menjadi orang dewasa bertanggung jawab serta bahagia, mengisi waktu senggang dengan kegiatan-kegiatan tertentu, membina hubungan suami istri sebagai pribadi, menerima serta menyesuaikan diri dengan perubahan fisik diri sendiri, dan menyesuaikan diri dengan pertambahan umur; (f) tugas perkembangan orang tua, menyesuaikan diri dengan semakin menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan, menyesuaikan diri terhadap menurunnya pendapat atau karena pension, menyesuaikan diri sebagai duda atau janda, menjalin hubungan dengan klub lanjut usia. Memenuhi kewajiban sosial sebagai warga negara yang baik, dan membangun kehidupan fisik yang memuaskan.

Download Disini TUGAS BU DAYU SARI RATNADI

KEDUDUKAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS 2003

OLeh
I Gusti Nyoman Suardeyasa, S.Ag

Kedudukan pendidikan agama Hindu dalam UUSPN No. 20 tahun 2003 secara lebih lengkap dibanding dengan kajian di atas, yakni: pasal 3, pasal 4 (ayat 1), pasal 12 (ayat 1a), pasal 15, pasal 22, pasal 30 (ayat 1, 2, 3 dan 4), pasal 36 (ayat 3d, 3h), pasal 37 ( ayat 1a, 2a), pasal 38 (ayat 2), pasal 55 (ayat 1), pasal 65 (ayat 2). Pasal 1 (ayat 1, 2, dan 16) dijelaskan: Pasal 3 intinya:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Depdiknas, 2003:8).

Makna dari pasal tersebut di atas, memungkinkan melakukan pendidikan keagamaan yang khususnya untuk membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, hal ini dapat dilakukan pada agama masing-masing pemeluk agama. Dengan proses kreatif seperti dijelaskan Syukur (2005:21) mencakup faktor fisik, emosional, sosiologis dan lingkungan. Pasal 4 (ayat 1) menjelaskan:
“Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa” (Depdiknas, 2003:9).

Nilai-nilai keagamaan masih dipandang dan dianjurkan oleh undang-undang UUSPN yang selanjutnya juga akan dicerminkan dalam pendidikan keagamaan masing-masing agama, ataupun pendidikan umum yang masih tetap memperhatikan nilai-nilai agama. Yang harapannya seperti disebutkan Hawadi (2001: 116) pendidikan memberikan memberikan saran agar dikembangkan kebiasaan-kebiasaan kreatif anak (bukan memaksakan-demokratis). Pada pasal 12 (ayat 1a) menjelaskan:
“Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak: mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama” (Depdiknas, 2003:12).

Idealnya berdasarkan pengertian dari UUSPN setiap peserta didik mesti mendapatkan pengetahuan (pelajaran agama) dan diajarkan oleh orang-orang yang seagama, tidak lagi seperti pada UUSPN nomor 2 tahun 1989 (www.dikmenum.go.id/permendiknas) hak-hak dari peserta didik tidak diatur sedemikian rupa seperti UUSPN nomor 20 tahun 2003. Dalam UUSPN No. 2 tahun 1989 (www.dikmenum.go.id/permendiknas) hanya ditujukan untuk peserta didik agar mengikuti sebuah kewajiban, tapi sadar akan hak dan kewajibannya.
DOWNLOAD DISINI TANU TUGAS UUSPN