Gadget-Ku

  1. berikut kira-kira kalimat piagam sudi wadhani:

    (logo Parisada)

    Piagam
    Nomor:…/SW/PHDI……../…..200..

    Parisada Hindu Dharma Indonesia ………..menerangkan bahwa:
    Nama:……………..
    Tempat, Tgl.Lahir:…………….
    jenis Kelamin:……………..
    Pekerjaan:………..
    Kewarganegaraan:……………
    alamat:…………

    Telah disudi wadhani (Masuk Agama Hindu) pada hari Senin, tanggal….bulan……tahun………dipimpin oleh………….dari………..
    Piagam ini diberikan kepada bersangkutan sesuai dengan surat permohonannya tertanggal…….bulan….tahun……., sebagai penegasan bahwa nama yang tersebut di atas telah menganut Agama Hindu atas kehendak sendiri sejak dilaksanakannya Upacara Sudi Wadhani.

    ………., tanggal…….bulan……tahun
    Parisada Hindu Dharma Indonesia
    ……….
    ketua,

    (…………………………)
    (Cap, tanda tanga)

  2. suardeyasasri Berkata:
    Juli 10, 2009 pukul 8:37 am | Balas disebelah kiri (cap, tanda tangan Ketua PHDI tersebut harap ditempel foto ukuran 3X4, biasanya ada dua lembar, satu untuk di piagam, satunya untuk arsip di PHDI

Satu Tanggapan

  1. ETIKA PENULISAN BERITA MAJALAH KEAGAMAAN
    (Subjektifitas dan Objektifitasnya)
    Oleh: I Gst. Nym.Suardeyasa

    I. Rasional
    Dunia yang semakin modern dan semakin canggih dengan tekhnologinya, berbagai cara yang digunakan untuk mempromosikan tekhnologi dan produknya. Bermacam-macam bentuk kebutuhan manusia sehingga memunculkan tuntutan untuk lebih memacu diri menuju pada kebutuhan tersebut. Kebutuhan manusia secara mendasar dapat dibagi menjadi tiga yakni; kebutuhan primer, skunder dan tertier. Demikian jika dilihat kembali dalam hukum-hukum ekonomi. Kebutuhan primer seperti sandang, pangan dan papan. Kebutuhan sekunder; pendidikan, kesehatan, bermasyarakat, keamanan, seksual dan seterusnya.

    Sedangkan kebutuhan tertier misalkan; motor, peralatan rumah tangga yang bagus (lux) dan seterusnya.
    Demikian pesatnya dunia teknologi dan tuntutan produksi dalam ekonomi, sehingga masing-masing dari tingkat kebutuhan tersebut memberikan peluang untuk terbentuknya sebuah informasi untuk mempromosikan apa yang menjadi produknya baik produk secara pisik maupun mental.

    Misalkan saja dalam kebutuhan primer muncullah kiranya sebuah penerbitan yang mempromosikan berbagai macam perlengkapan primer seperti pakaian yang dibutuhkan, rumah yang ideal, disisi lain juga muncul penerbitan yang berfungsi untuk mempromosikan pendidikan, kesehatan, nilai-nilai masyarakat termasuk budaya dan adat yang berfungsi untuk mempertahankan keeksisannya, informasi seputar keamanan, ekonomi, bahkan hingga merambah segala yang menjadi kebutuhan biologis sekalipun.

    Dari berbagai tuntutan berita, tidak jarang berbagai penerbitan juga muncul sebagai jawaban dari kebutuhan berita (informasi) yang kompleks tersebut. Mulai dari penerbitan isinya tentang sandang, pangan, papan, pendidikan, keagamaan, kesehatan, keamanan, budaya dan adat, ekonomi, sosial, politik dan berbagai segi kebutuhan manusia. Penerbitan ini sering dikenal dengan sebutan “komplit”.

    Lalu bagaimana dengan tersedianya waktu yang luang untuk membaca atau sekadar menjadi seorang penulis pada penerbitan tersebut. bagi kalangan pejabat yang telah memiliki asisten, sekpri, ajudan, atau humas dan sejenisnya. Mereka hanya menunjuk saja sudah mengetahui segala berita hingga berita dunia sekalipun. Akan tetapi bagaimana dengan yang tidak mempunyai banyak waktu untuk itu, kemungkinan tidak akan mendapatkan informasi yang selengkap itu. Di samping juga tuntutan ekonomi, transportasi dan kemampuan menerima berita dalam penerbitan tersebut.

    Tuntutan tersebut yang menjembatani penerbitan untuk mengkemas berita, lay out, management. Atau sering dikenal dengan prinsip; ekonomis, efektif, efisien dari berbagai sudut pandang. Misalkan saja, berita tersebut benar-benar terjadi, aktual (tidak basi), objektif, kalimat yang menarik, aturan yang menarik dan representative. Ragam dari berita tersebut bermacam-macam misalkan; fakta peristiwa, fakta pendapat, peristiwa dan argumennya, investigasi, serta laporan kegiatan (reportase). Dalam berbagai bentuk juga terdapat; artikel (ilmiah populer), feature (tulisan terpenggal), tajuk rencana (editorial), referensi, resensi buku, kolom, pojok dan sebagainya.

    Demikian hendaknya sebagai seorang yang akan membaca, atau menulis berita mesti harus memahami berita apa yang dicari?, atau jika perlu semua berita penting-penting semuanya. Kalau tidak cari berita di televisi saja ah…!!, tetapi kalau ditelevisi beritanya sangat cepat susah ditangkap, lain jika dalam penerbitan, kalimat-per kalimat dapat diterjemahkan, diteliti sehingga benar-benar berita itu apa adanya (objektif).

    Selain itu juga ada penerbitan yang muncul dalam kalangan sekolah yang berfungsi untuk mengasah otak, mendobrak masalah-masalah di sekolahnya, memberikan saran dan kritik sekaligus memberikan solusi, belajar menyusun kata-kata, kalimat, hingga paraghrap, belajar berpantun, sekaligus “memperlihatkan” aktivitas yang diikuti pada sekolah tersebut. Terbatas hanya pada lingkungan sekolah tersebut.

    II. Budaya Baca Tulis Hindu
    Sehebat apapun berita yang disajikan dalam penerbitan, contohnya saja dalam majalah keagamaan yang berfungsi untuk menularkan nilai-nilai keagamaan. Tidak akan mampu dengan efektif dan efisien menetas pada masyarakat Hindu di seluruh nusantara tanpa adanya budaya yang sama dari para umat Hindu untuk sekadar “rindu baca” atau “rindu menulis”. Paling tidak majalah atau terbitan dalam bentuk tabloid, Koran, madding, atau yang lainnya hanya sekadar lewat saja.

    Apalagi dengan adanya prinsip “waktu uang”, dalam sehari tak deret beritapun dibaca. Padahal berita itu sangat penting bagi seluruh tumat. Atau jika telah mengetahui dan tidak cukup waktu untuk membaca “celotehan perkutut”, berita hanya dilihat pada kover depannya saja, atau sub-sub judul berita, bahkan kalimat-kalimat pentingnya saja (teras berita), atau juga jika berita tersebut memiliki bentuk tersendiri (tidak memiliki teras) cukup dibaca hingga kalimat (paragraph utamanya saja). Apalagi pengelolaan berita (redaksi) dan kualitas para penulisnya lumayan dibawah standar tentu bagi beberapa kalangan yang tau kualitas berita tersebut, enggan untuk berjumpa dengan penerbitan tersebut.

    Sebaliknya betapapun kemasan dari penerbitan tersebut tidak “unik”, alias “chomel” jika masyarakat telah diberikan penyadaran tentang pentingnya “baca tulis” dan mengerti dengan berita yang berkualitas, kemanapun berita itu menghilang pasti akan dikejar hingga bertemu dengan “sang kekasih hatinya” yakni berita. Dengan demikian hendaknya mulai dari sekarang betapapun sulit untuk sekadar memahami isi pikiran seseorang dalam tulisan diusahakan untuk membacanya, kalau perlu minta pendapat pada kawan-kawan yang telah mempunyai kekampuan dibidang itu untuk memberikan penjelasan, jika perlu minta trik-trik untuk membudayakan baca tulis.

    III. Penulisan Berita Keagamaan
    Kadang orang-orang bertanya, wah…agama kan magic, spiritual, berhubungan dengan mental, saya tidak paham dengan itu. Sulit rasanya untuk menulis tentang keagamaan apa objektif nanti bung? Lalu bagaimana dalam menulis berita keagamaan itu?. Ada hal-halhal yang perlu dipegang dalam menulsi secara umum maupun dalam penulisan keagamaan yakni;
    1) Weda, selalu bersumber pada ajaran Weda. Sehingga membutuhkan pemahaman khusus jika itu adalah berita “kajian”, “artikel”, “resensi buku”, atau tulisan-tulisan lain yang memerlukan lekhya (bukti tertulis) dalam Weda.
    2) Ahimsa, berita tidak mencerminkan kekerasan, pemaksaan kehendak, tidak menimbulkan kekerasan hingga membunuh. Jika memberitakan tentang kekerasan tentu harus memperhatikan, “desa, kala, dan tattwa”. Contohnya dalam penulisan “berita surat pembaca”, “opini” dan “ekspresi”

    3) Satya, berita mewujudkan suatu kebenaran, tidak mengada-ada, tidak memplintir berita menjadi “sebuah provokatif” untuk mengarahkan orang berbuat “negatif”. Satya tidak diartikan secara sempit pada kejujuran tersebut saja, akan tetapi diartikan secara luas yakni, usaha-usaha untuk memperoleh “satyam, siwam dan sundaram”. Berita hendaknya mengacu pada berita yang sudah-sudah (telah terbit), konsisten, disertakan dengan bukti-bukti atau mendasarkan diri pada “atita (melihat sejarah), nagata (harapan masa depan) dan wartamana (apa yang telah terjadi sekarang)”

    4) Akroda, mengesampingkan kemarahan yang meluap-luap dalam tulisan. Berita hendaknya dibuat datar-datar saja, kurangi kata-kata yang menghina, mencaci, mempropokasi, atau mendebat tanpa fakta. Sehingga tidak menimbulkan kemarahan atau ketersingungan bagi sang pembaca.
    5) Sauca, berdasarkan hati yang jernih tidak dipengaruhi oleh pikiran buruk dari orang lain, menginginkan menegakkan kebenaran. Serta sifat-sifat berdasarkan agama, atau tidak melanggar hukum yang berlaku.

    Wih…! Tinggi banget syarat-syaratnya itu bli..!, ah enggak kok!. Kalau dibandingkan dengan syarat yang telah diungkapkan didepan sama saja: benar terjadi (fakta) melambangkan kebenaran, tidak menimbulkan ada kekerasan dan menimbulkan kekerasan, mendasarkan pada sejarah, yang etrjadi sekarang dan harapan yang akan datang, sehingga dapat menjadi sebuah kemasan tulisan yang menarik. Kemudian lengkap itu ya dikaitkan dengan ketuntasan dari berita tersebut, menarik mesti dikaitkan dengan “sundaram”. Nggak sulit kan!!! Coba aja.

    Dengan syarat-syarat sangat menghindari adanya “trial bay the press”, menjunjung tinggi nilai panca sila, demokratis serta menajdi teladan. Lagian kalau kita liat pada majalah-majalah misalkan Media Hindu, tidak semuanya kok berisi tentang kajian yang njelimet-njelimet. Dari awal, majalah tersebut berisi:

    1. Surat pembaca, yang berisi kritik, saran dan solusi yang bisa disampaikan langsung kepada redaksi, menanggapi atau meninta sesuatu kepada orang lain. asal jangan provokatif (menjatuhkan) kridibel seseorang.
    2. Berita Nasional dan international dimaksudkan untuk mencerdaskan uamt agar tidak adanya pikiran bahwa di Indonesia bahkan di Bali saja ada Hindu.
    3. Laporan utama, sebagai bahasan utama dari majalah tersebut.
    4. Opini, dapat mengasah pikiran untuk kritis terhadap sesuatu, menyampaikan uneg-uneg terkait dengan kehinduan. Tentu dengan syarat setengah ilmiah.
    5. Bali (Wali), berisikan tentang pandangan tentang Bali, upacara, serta tattwa-tattwanya, serta tidak ketinggalam susila orang Bali.
    6. Berita Umat, dapat diisi oleh siapa saja. Penjelasan berita tersebut cukup sederhana cukup dengan 5 W + 1 H (what, who, where, when, why dan how).
    7. Seksualitas, mengkaji apa adanya sesuai etika dan moral bangsa Indonesia.
    8. Budaya, mengkaji budaya-budaya Hindu di Nusantara bahkan internasional.
    9. Resensi buku, jika ada buku yang ingin diberikan kritik atau saran bahkan mempromosikan buku tersebut disinilah tempatnya.
    10. Cerpen, dalam rubric ini disediakan jika ingin menulis tentang cerpen dalam agama Hindu.
    11. Tanya MH, dalam rubric ini dipersilahkan jika terdapat suatu masalah yang perlu mendapatkan jawaban. Kolom ini berfungsi untuk mencerdaskan umat, menyelesaikan masalah.
    12. Ekspresi, jika terdapat sesuatu permasalahan yang memerlukan suatu pendapat dari orang lain. atau sekadar menunjukkan ekspresi kita terhadap fakta di masyarakat.
    13. Manushi, berisi tentang aktivitas umat yang mengagumkan dan perlu dijadikan teladan.
    14. Spiritualitas (meditasi), berusaha memberikan kesempatan kepada umat untuk memberikan berita khusus mengenai yoga, meditasi dan segala sesuatu yang terkait dengan spiritualitas.
    15. Dharma Widya, berisi tebak kata (teka-teki silang) yang berisi tentang pertanyaan seputar Hindu juga berfungsi untuk mencerdaskan umat.
    16. Kata dan makna, berisi persembahan kata-kata mutiara.
    17. Serta sejumlah informasi dana punia, mencari pekerjaan, bea siswa.

    Demikian banyak disediakan kolom sehingga dapat dengan seksama memberikan berita tentang umat disekitar kita, lengkap dengan argumennya sekali lagi pertimbangkan, agar saudara tersebut tidak tersinggung dengan keberadaan tulisan tersebut. akan tetapi jika dianggap membuat gejala, redaktur akan merubah redaksi tersebut bahkan “tidak memuatnya”.

    IV. Penutup
    Berita hendaknya disesuaikan dengan majalah yang akan diberikan berita, menjadi penulis tidak sulit asalkan saja memperhatikan etika dalam penulisan tersebut. mencoba membaca, harus lengkap dengan usaha mencoba memahami pikiran penulis, jika perlu membuat tanggapan dengan sopan terhadap tulisan tersebut. Perhatikan juga syarat khusus dari redaksi; tulisan berita biasa minimal 2000-4000 karakter no space.

    Tulisan kajian, opini dan sebagainya yang memerlukan upaya menjelaskan antara 4000-8000 karakter. Bahasan tidak “ngelekeh” atau sudah pernah dimuat oleh majalah itu atau majalah lain. tulisan di atas kertas A4, satu (1) spasi). Sertakan nama, alamat atau jabatan (jika tulisan kajian dan sejenisnya). Saya tunggu tulisan saudara di Media Hindu. Misi Media Hindu “Goes To Kampung” mencerdaskan umat, akrab dengan masyarakat. Kirimkan berita anda ke e-mail: redaksi@mediahindu.net.

    Tulisan ini Dibawakan pada Pelatihan Jurnalistik MAjalah SINDHU Indonesia, di Hotel Kartika Jln.Nangka Selatan Denpasar Bali

Tinggalkan komentar